SEORANG BANGSAWAN WELAS ASIH (T. S. Eliot)

 

 

MUSTAHIL UNTUK MENGABAIKAN faedah pengetahuan dan kritik yang diperlihatkan oleh buku anumertanya George Wyndham, dan mustahil bersinggungan dengan buku itu semata-mata faedahnya akan pengetahuan dan kritik. Maka ikhtiar untuk melakukan itu akan menempati urutan pertama ketidakadilan, selayaknya sebuah karya anumerta, dan buku anumerta menawarkan sejumlah perhatian pribadi kepada penulis mereka. Buku ini merupakan sekumpulan esai dan amanat, disusun dalam urutan sekarang ini oleh Tuan Whibley;[1] mereka diniatkan oleh pengarangnya untuk dibentuk kembali dalam suatu volume mengenai “kesusastraan romantik”; mereka bergerak dari suatu pencarian cerdik demi penanggalan awal dari Romantisisme, melalui Renaisans Prancis dan Inggris, ke Sir Walter Scott.[2] Di tempat kedua, esai-esai tersebut mewakili karya kesusastraan seorang manusia yang memperoleh kehormatan utamanya dalam kehidupan politik. Di tempat ketiga, pria ini mengukuhkan suatu golongan, suatu golongan orang Inggris. Golongan ini menarik dan mungkin akan punah. Wajar, oleh karenanya, ketertarikan utama kita pada esai tersebut hendaklah ketertarikan terhadap George Wyndham.

Tuan Charles Whibley, dalam suatu pengenalan nada yang mana cocok bagi persoalan itu, memiliki berbagai pernyataan yang menerangi kepribadian Wyndham. Apakah persoalan dengan keterusterangan yang mengejutkan dari sketsa Tuan Charles merupakan kesatuan perasaan Wyndham, jati diri pikirannya sebagaimana terikat dalam kesibukan yang rupanya tak berhubungan. Wyndham meninggalkan Eton demi ketentaraan, dalam barak ia “belajar sendiri bahasa Italia, dan mengisi waktu senggang dengan bacaan sejarah dan puisi.” Usai budaya Coldstream[3] ini terdapat pengerahan di Mesir; lantas, pengabdian di Afrika Selatan yang diiringi dengan sebuah salinan karya Virgil. Terdapat karir di Commons,[4] suatu karir menyolok sebagai Irish Secretary.[5] Akhirnya, terdapat karir sebagai seorang tuan tanah—2.400 acre.[6] Dan sepanjang karir ini George Wyndham meneruskan bukan hanya mengumpulkan buku melainkan membacanya, dan kadangkala menulis tentangnya. Ia adalah lelaki berkarakter, lelaki bertenaga. Tuan Whibley cukup bisa dipercaya saat mengatakan:

“Kesusastraan baginya tiada pengganti, tiada jalan melulu untuk melarikan diri dari politik. Seandainya ia seorang pemula dalam perasaan, ia seorang ahli dalam keputusan.”

dan, dengan lebih mantap,

“Dengan semangat yang sama yang ia baca dan bincangkan atas A Winter’s Tale atau Troilus and Cressida, ia berburu bersama kawanan anjing, atau melemparkan diri dengan sejenis amuk ke dalam ‘maksud demi maksud’, atau menyampaikan pidato pada suatu pemilihan, atau duduk hingga larut bercakap-cakap dengan seorang kawan.”

Dari pernyataan ini dan lainnya kita petakan pikiran tentang George Wyndham, dan kunci ke topografinya adalah fakta bahwa kesusastraannya dan politiknya dan kehidupan negerinya adalah satu dan hal yang sama. Mereka tidak berada dalam gerbong terpisah, mereka merupakan karir tunggal. Bersama-sama mereka menyusun dunianya: kesusastraan, politik, perburuan bersama anjing. Dalam dunia sesungguhnya hal-hal ini tidak melakukan apa-apa satu sama lain. Namun, kita tidak bisa meyakini bahwa George Wyndham tinggal dalam dunia nyata. Dan hal ini tersirat dalam ucapan Tuan Whibley bahwa:

“George Wyndham seorang romantik dari tabiat dan pendidikan. Ia menatap dengan kekaguman terhadap dunia sebagaimana negeri ajaib.”

Di sinilah pengejawantahan tipe.

Barangkali harus diserahkan kepada sejarah beberapa manusia “dengan banyak sisi.” Barangkali Leonardo da Vinci semacam itu. George Wyndham bukanlah seorang lelaki dengan ukuran Leonardo, dan tulisannya memberikan suatu pengaruh yang amat lain dari buku catatan Leonardo. Leonardo beralih ke seni atau pengetahuan, dan masing-masing begitulah adanya dan bukan sesuatu lainnya. George Wyndham seorang Gentry.[7] Ia amat sopan, dunia merupakan petualangan dirinya sendiri. Suatu watak yang pada kenaikan pangkat sebagai seorang subaltern[8] untuk Mesir ia menulis bersemangat:    

“Saya tidak mengira bahwa beberapa ekspedisi sejak kemenangan gubernur provinsi Romawi telah diberangkatkan dengan kebesaran semacam itu; kita mungkin mendapati Antony ke Mesir dalam sebuah galley[9] berlayar ungu.”

Inilah persisnya roh yang menjiwai penghargaannya terhadap karya-karya Elizabethan[10] dan terhadap Walter Scott; yang memandunya menuju Hakluyt[11] dan North.[12] Wyndham penuh semangat, ia lelaki Romantik, ia seorang Penjajah, dan ia secara agak alamiah seorang murid sastra dari W. E. Henley.[13] Wyndham merupakan seorang sarjana, tapi kesarjanaannya kebetulan; ia seorang kritikus yang baik, ke dalam suatu jangkauan yang mengizinkannya lewat kegairahan itu; tetapi entah sebagai seorang Sarjana atau seorang Kritikus yang kita bisa mengkritiknya. Kita bisa mengkritik tulisannya semata sebagai ungkapan atas tipe orang Inggris khas, bangsawan, Penjajah, Romantik, berburu  bersama sekawanan anjing melintasi prosanya, memandang dalam kagum atas dunia seakan suatu negeri dongeng.

Karena ia termasuk dalam tipe ini, Wyndham menulis penuh semangat dan indah tentang Plutarch-nya North.[14] Romansa akan dunia kuno menjadi lebih romantis dalam prosa idiom North; para pahlawannya tidaklah melulu pahlawan Yunani dan Romawi, tapi pahlawan Elizabethan juga; gabungan Romantik itu memikat Wyndham. Pesona North tidak bisa diuraikan dengan lebih girang lagi, dengan lebih menggoda, dengan lebih giat, daripada keberadaan mereka dalam esai Wyndham. Ia menghargai pertempuran, cahaya obor, “bunyi kematian” sebuah tambur, yang putih, wajah kusut Cicero dalam penerbangannya diamati dari tandunya; ia menghargai frasa kasar tajam North: “ia membebat sepenuhnya mereka dan menggantung mereka dari leher.” Dan Wyndham terdidik. Di sini, sebagaimana dalam esainya mengenai Pleiade dan Shakespeare, lelaki itu telah membaca segalanya, bersama suatu pekerjaan yang hanya menambah kesenangannya akan yang terbaik. Terdapat dua cacat: kurangnya keseimbangan dan kurangnya kritik mendalam. Kurangnya keseimbangan terintip melalui kutukan Wyndham atas suatu terjemahan yang nyata kurang bermutu tentang Plutarch: “Ia mempersembahkan waktu luangnya yang berlebihan kepada kenikmatan, dan mempergunakan Lamia[15]-nya,” ucap penerjemah buruk itu. North: “ia bersenang-senang dengan Lamia.” Wyndham membuat suatu golongan atas penerjemah buruk. Namun, ia lupa bahwa “mempersembahkan waktu luangnya yang berlebihan” adalah sejenis frasa sebagaimana Gibbon[16] akan senang membicarakan hidup dan akal, dan bahwa suatu sejarah, dalam pemikiran modern, tidak dapat ditulis dalam gaya North. Wyndham lupa, pendek kata, bahwa ini bukanlah, pada akhirnya, periode dan tradisi melainkan manusia perseorangan yang menulis prosa hebat. Bagi Wyndham dirinyalah suatu periode dan tradisi itu.

Kurangnya keseimbangan jadi terduga di mana-mana. Wyndham menyukai yang terbaik, meskipun demikian ia menyukai sangat banyak hal. Tidak terdapat bukti menentukan bahwa ia menyadari semua perbedaan itu, jurang perbedaan antara baris-baris seperti:

En l’an trentiesme de mon aage

Que toutes mes hontes j’ay beues;

dan bahkan yang paling baik dari Ronsard[17] atau Bellay,[18] semisal:

Le temps s’en va, le temps s’en va, madame;

Las! le temps, non, mais nous nous en allons

Et tost serons estendus sous la lame.

Kita hendaklah tidak menghimpun dari esai Wyndham bahwa “Phoenix and Turtle”[19] merupakan sajak luar biasa, jauh lebih elok daripada “Venus and Adonis”[20]; tetapi apa yang ia katakan tentang “Venus and Adonis” merupakan bacaan berharga, karena Wyndham sangatlah tajam dalam amatan keindahan yang tersia-siakan pada yang rendah mutunya. Tidak perlu lagi ditunjukkan jurang perbedaan antara soneta Shakespeare dan dari yang bergaya Elizabeth apa pun lainnya. Wyndham menilai terlalu tinggi Sidney,[21] dan dalam hubungannya dengan karya tulis gaya Elizabeth mengenai teori puisi abai menyebut akan esai karya Campion,[22] lebih mampu dan lebih berani walaupun tanpa pembelajaran akal sehat daripada halnya Daniel.[23] Ia berbicara sedikit untuk Drayton,[24] tapi tidak mencatat bahwa satu-satunya larik yang bagus (dengan pengecualian terhadap satu soneta yang mungkin kebetulan) dalam urutan suram Drayton tentang “Ideas” terjadi ketika menjatuhkan pakaian sejenak dan bercakap-cakap dalam hubungan yang sebenarnya:

Lastly, mine eyes amazedly have seen

Essex’ great fall; Tyrone his peace to gain;

The quiet end of that long-living queen;

The king’s fair entry, and our peace with Spain.

Lebih penting dari kurangnya keseimbangan adalah kurangnya telaah kritis. Wyndham memiliki, seperti telah ditengarai, elan bagi karya Elizabethan. Esainya mengenai Sajak Shakespeare mengandung sejumlah informasi yang tidak biasa. Terdapat semacam gunjingan menarik perihal Mary Fitton[25] dan sebuah anekdok indah tentang Sir William Knollys.[26] Namun, Wyndham melewatkan apa yang menjadi titik pokok dalam mengkritik karya Elizabethan: kita tidak bisa merenggut mereka, memahami mereka, sonder sejenis pemahaman akan patologi retorika. Retorika, suatu bentuk retorika khusus, wabah setempat, ia merembes makhluk seluruhnya; kesehatan sama seperti jaringan tak waras membangun diri di atasnya. Kita tidak bisa memegang erat bahkan baris yang paling konvensional dan sederhana dalam Tudor dan sandiwara Stuart mula-mula sonder dengan mendiagnosa retorikanya pada pemikiran abad ke-16 dan ke-17. Bahkan ketika kita membentangkan larik-larik seperti:

There’s plumber laying pipes in my guts, it scalds,

kita harus tidak memperbolehkan diri kita sendiri untuk melupakan dasar retorika apa pun lagi daripada ketika kita membaca:

Come, let us march against the powers of heaven

And set black streamers in the firmament

To signify the slaughter of the gods.        

Sebuah pemahaman karya retorika Elizabethan adalah seperti hakikat bagi penghargaan kesusastraan Elizabethan sebagaimana suatu pemahaman perasaan karya Victorian[27] adalah hakikat bagi penghargaan akan kesusastraan Victorian dan akan George Wyndham.  

  Wyndham merupakan  seorang Romantik; satu-satunya obat bagi Romantisisme adalah menelaahnya. Apa yang tetap dan indah dalam Romantisisme adalah keganjilan—

… I’ardore

Ch’ l’ ebbe a divenir del mondo esperto

E degli vizii umani e del valore—

suatu keganjilan yang mengakui bahwa kehidupan apa pun, jika merembes dengan akurat dan dalam, menarik dan senantiasa asing. Romantisisme merupakan suatu jalan pintas ke keasingan tanpa yang nyata, dan ia memandu murid-muridnya hanya untuk kembali kepada diri mereka sendiri. George Wyndham memiliki keganjilan, tapi menggunakannya dengan romansa, bukan untuk merembesi dunia nyata, tapi untuk melengkapi ciri menonjol yang beragam dari dunia yang ia buat untuk dirinya sendiri. Akan jadi tentang ketertarikan untuk hilir mudik dari kesusastraan ke politik dan menyelidik ke tingkat apa Romantisisme tergabung dalam Penjajahan; untuk menyelidik ke tingkat apa Romantisisme telah merasuki khayalan Penjajah, dan ke tingkat apa ia telah digunakan oleh Disraeli.[28] Namun, sungguh inilah persoalan lainnya: mungkin terdapat banyak hal untuk dikatakan bagi Romantisisme dalam kehidupan, tidak terdapat tempat untuknya dalam surat-surat. Bukan karena kita perlu menyimpulkan bahwa seorang lelaki dari tradisi dan pendahulu George Wyndham harus tanpa bisa dielakkan menjadi seorang penulis Romantik. Namun, inilah perkara ketika sejenis manusia menanam diri dengan kokoh dalam kesadarannya atas suku bangsa, saat ia berkata, “Gentry tidak harus turun takhta.” Dalam politik mungkin ini suatu rumusan mengagumkan. Tidak bisa terjadi dalam kesusastraan. Seni mendesak bahwa seorang lelaki hendaknya membuang yang telah ia miliki, bahkan dari silsilah keluarganya, dan menjalani seni sendirian. Karena mereka meminta seorang lelaki tidak menjadi anggota dari suatu keluarga atau dari suku bangsa atau dari suatu partai atau dari suatu golongan kecil, melainkan dirinya dengan sungguh-sungguh dan semata-mata. Seorang lelaki seperti Wyndham membawa beragam kebajikan ke dalam kesusastraan. Namun, terdapat hanya satu laki-laki yang lebih baik dan lebih luar biasa daripada sang bangsawan, dan yaitu sang Pribadi. (*)

 

 

 

Diterjemahkan dari esai berjudul “A Romantic Aristocrat” oleh T.S. Eliot. Termaktub dalam buku The Sacred Wood (London, 1920). Diterjemahkan oleh Rudiana Ade Ginanjar. Sumber: www.gutenberg.org. Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.



[1] Charles Whibley (1859-1930), seorang wartawan dan juga pengarang kelahiran Inggris.

[2] Seorang novelis, penyair, dan sejarawan Skotlandia. Hidup pada masa 1771-1832.

[3] Nama suatu resimen Inggris.

[4] Majelis Permusyawaratan Rendah (House of Commons). Dewan legislatif di Inggris.

[5] Dewan sekretariat Irlandia, suatu jabatan struktural dalam dewan Inggris.

[6] Satu acre setara dengan 0,46 hektar. Ukuran luas.

[7] Golongan keluarga baik-baik.

[8] Jabatan ketentaraan Inggris di bawah tingkatan kapten (terutama letnan dua); bawahan.

[9] Sejenis perahu zaman dahulu.

[10] Periode sastra zaman Ratu Elizabeth di Inggris dalam sekitar rentang tahun 1579 hingga 1603.

[11] Richard Hakluyt (1553-1616), seorang penulis Inggris dalam ketertarikannya di bidang geografi dan petualangan.

[12] Sir Thomas North (1535-c. 1604), seorang penerjemah disamping jabatan lain di bidang hukum dan militer.

[13] William Ernest Henley (1849-1903), sastrawan Inggris. Dikenal juga sebagai seorang kritikus dan editor.

[14] Besar kemungkinan yang dimaksud adalah buku biografi Parallel Lives karya filsuf Yunani-Romawi masyhur, Plutarch (c. 46 AD-119 AD) yang diterjemahkan oleh Sir Thomas North.

[15] Seorang makhluk halus dalam mitologi Yunani Kuno. Dikisahkan gemar menculik anak kecil sebagai upaya balas dendam, selain juga menggoda para lelaki muda. Berwujud perempuan setengah ular.

[16] Edward Gibbon (1737-1794), seorang esais, sejarawan, dan politikus Inggris.

[17] Pierre de Ronsard (1524-1585), penyair terkemuka Prancis.

[18] Joachim du Bellay (c. 1522-1560), penyair Prancis. Juga seorang kritikus.

[19] Sajak karya William Shakespeare. Terbit pertama kali tahun 1601.

[20] Sajak karya William Shakespeare. Terbit pada tahun 1593.

[21] Sir Phillip Sidney (1554-1586), seorang penyair, anggota istana, sarjana, dan juga tentara yang dikenal sebagai tokoh terkemuka era Elizabethan.

[22] Thomas Campion (1567-1620), penyair, komponis, dan fisikawan Inggris.

[23] Samuel Daniel (1562-1619), penyair, dramawan, dan sejarawan Inggris di era akhir Elizabethan.

[24] Michael Drayton (1563-1631), penyair Inggris era Elizabethan terkemuka.

[25] Disebut sebagai pelayan pengantin Ratu Elizabeth. Hidup pada masa 1578-1647.

[26] Bangsawan pada masa Ratu Elizabeth I dan Raja James I. Hidup pada masa 1544-1632.

[27] Periode sastra pada masa Ratu Victoria di Inggris, rentang tahun 1837-1901.

[28] Benjamin Disraeli (1804-1881), seorang negarawan dan penulis yang pernah mengabdi sebagai Perdana Menteri Inggris dua kali. 





Comments

Popular posts from this blog

KETIKA SAYA SEORANG BOCAH (Louise Gluck)

PADA BULAN JUNI

KERETA API (Nukilan Cerita)