SAJAK PENGHUJUNG TAHUN: Pablo Neruda, "Penyair Angkasa"

 

 

 

Apakah ia datang pada, kalian Gidean,[1]

Rilkean,[2] juru niaga cendekia,

jalan samar, keliru

pawang sihir keberadaan kita, kaum surealis

kupu-kupu yang menyala-nyala

pada daging busuk, diri terkini

mayat dataran luas,

tempayak hijau dalam keju

dari Ibu kota—apa yang telah kau perbuat

di kerajaan sekarat,

dalam wawasan atas kemanusiawian tak bernama

dan mufakat diam mereka menjengkelkan,

kepala-kepala tenggelam

dalam sisa-sisa, yang tergaruk

sari pati hidup terinjak-injak?

 

Terbang dan meloloskan diri: tiada lagi. Kau jajakan

kulit tumpuk timbunan sampah,

menyelidik demi sebuah surga rambut,

tumbuhan cabar hati, kupasan kuku jari:

“Indah murni”, “sihir”—

segala yang piranti malang si pengecut

memalingkan pandangan mereka, menjeling curiga,  

melepas bola mata

lembut mereka, mengakar dalam sebuah

pinggan pembilasan dan sampah

terempas padamu di sana dari sang tuan,

membuta pada yang berlalu yang bekerja dalam batu,

menyangkal seluruh perselisihan, tak bertahan:

betul-betul lebih buta daripada kalungan

pemakaman dalam hujan kuburan itu,

yang gugur tanpa bekas

rabuk bebunga, di gundukan.

 

 

 

(Diperoleh dari judul “Poets Celestial”, karya Pablo Neruda. Termaktub dalam Selected Poems of Pablo Neruda (1961) dalam terjemahan bahasa Inggris oleh Ben Bellit. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Rudiana Ade Ginanjar. Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.)



[1] Para pengikut Andre Gide.

[2] Para pengikut Ranier Maria Rilke.






Comments

Popular posts from this blog

PADA BULAN JUNI

KERETA API (Nukilan Cerita)

SUARA PENYAIR MUDA JURANG ARA (Ulasan Buku)